Tak hanya terlihat lucu dan menggemaskan, berbagai jenis kelinci tentu saja memiliki keunggulan masing masing. Sebagai kelinci hias ataupun dijadikan kelinci pedaging, perbedaan spesies, bentuk, percepatan tumbuh serta ukuran tubuh menjadi faktor pembeda bahwa sebuah kelinci merupakan jenis kelinci hias ataukah jenis kelinci yang mampu dimanfaatkan produksi dagingnya.
Berbagai macam ayam; jenis pedaging, petelur, petarung hingga ayam hias memiliki fungsinya masing-masing, sama halnya dengan jenis-jenis kelinci yang dipelihara untuk dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Untuk mengikis persepsi tentang kelinci yang dijadikan produk konsumsi, berbagai produk olahan daging kelinci juga perlu dilakukan supaya paradigma mengenai pemanfaatan daging kelinci bisa berubah. Rasa daging kelnci yang tidak jauh berbeda dengan rasa daging dari ayam kampung asli sangat berpotensi untuk diolah menjadi berbagai macam produk. Beberapa diantaranya untuk diolah menjadi sosis, bakso, dendeng, nugget, abon, dan jenis olahan daging lain yang tujuannya membuat jenis daging kelinci lebih dekat dan familiar dengan masyarakat Indonesia khususnya.
Kelinci Pedaging
Kelinci New Zealand dan California memiliki kemampuan tumbuh yang lebih cepat dibanding kelinci seukurannya, seperti kelinci rex, satin ataupun jenis silangan. Kelinci jenis ini memiliki opulasi banyak karena banyak peternak hingga hobies yang memeliharanya.
Kelinci German Giant, Flemish Giant dan Chinchila Giant menjadi jenis kelinci berukuran besar yang sebenarnya bisa sangat potensial untuk dijadikan sebagai produk kelinci pedaging. Namun, kondisi kelinci-kelinci berukuran besar dengan kisaran bobot mencapai 7kg/ekor tersebut masih dipelihara untuk sebatas kelinci hias saja sehingga harganya terbilang masih sangat tinggi.
Kelinci Hias
Meski tergolong lamban dari segi perputaran uangnya, kelinci hias memiliki harga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelinci dengan tujuan pedaging. Dengan kondisi fisik yang lebih bersih terawat serta berbagai keunikan bentuk serta hal teknis di dalamnya menjadi nilai plus bagi keberadaan kelinci hias.
Beberapa kelinci hias antara lain; Dutch, Fuzzy Lops, Holand lops, Hotot, Mini Rex, Jersey Wooley, dll
Reproduksi
Kelinci memiliki kemampuan reproduksi yang terbilang tinggi. Setelah kawin dan hamil selama sebulan, kelinci bisa menghasilkan anakan mulai dari 5-12ekor anakan. Anakan yang dilahirkan akan menyusu induknya sampai umur 2 bulan dan induk bisa langsung dikawikan lagi. Jadi dengan interval kelahiran setiap 4 bulan sekali atau 3 kali dalam setahun menjadi rentang yang cukup baik bagi perputaran ternak kelinci.
Kita hitung saja ketika satu indkan sekali beranak bisa menghasilkan 12 anakan, maka jika dikalikan 3 kali beranak maka akan mengasilkan 36 anakan dalam satu tahun. Bayangkan jika terdapat 50 ekor indukan, maka setiap peternak akan memproduksi /menjual 600 ekor anakan/4bln dan 1800 ekor anakan/ tahun.
Pakan
Pakan murah bisa didapat dengan memanfaatkan limbah protein dari pembuatan tahu ataupun rerumputan. Pemberian azolla juga bisa dilakukan untuk asupan makanan alami yang tinggi protein serta bisa di dapatkan secara mandiri tanpa membeli. Namun, ketika pakan yang dipergunakan sepenuhnya merupakan pakan pabrikan, maka angka keuntungan akan secara otomatis menurun atau terbilang kecil karena dipergunakan secara rutin untuk biaya pembelian pakan.
Baca juga: Campuran Azolla dan Dedak Sebagai Pakan Kelinci
Nutrisi Daging Kelinci
Dikenal memiliki kandungan tinggi protein dan rendah kadar lemak, daging kelinci juga memiliki potensi besar untuk masuk menjadi bagian dari industri. Dengan melakukan pengolahan bahan daging kelinci menjadi produk yang lebih siap konsumsi, maka konsumen yang penasaran terhadap rasa dari daging kelinci akan semakin dipermudah.
Dari situ, istilah “gethok tular” atau sebuah marketing gratis akan terjadi melalui aktifitas percakapan empiris dari “mulut ke mulut”. Jenis marketing tersebut merupakan salah satu yang paling ampuh dan niscaya penilaian jujur dari orang terdekat menjadi daya pikat yang efektif karena dinilai lebih terpercaya.
Limbah Kulit dan Bulu
Kulit dan bulu kelinci seringkali hanya menjadi limbah tak berguna setelah diambil dagingnya. Seringkali limbah buku dan kulit kelinci hanya akan dibuang begitu saja dan justru berpotensi mencemari lingkungan ketika dibuang ke aliran sungai ataupun terlatar di TPA.
Oleh karena itu, kulit dan bulu kelinci bisa dimanfaatkan atau diolah menjadi bagian dari produk fashion. Sebagai contoh, ada beberapa produk fashion yang bisa menghadirkan bahan bulu dan kulit kelinci di dalamnya, antara lain; mantel, topi, tas, boneka, sarung tangan, sepatu bayi, sandal, aksesoris rambut, interior mobil, dll.
Jangkauan pasarnya bisa mencakup konsumen lokal hingga internasional sesuai dengan demand atau permintaan yang muncul.
Kotoran dan Urin Kelinci
Limbah kotoran kelinci ada dua jenis, yang pertama adalah kotoran padat yang berbentuk bulat oval dan yang kedua berupa urin atau limbah kotoran cair. Keduanya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami untuk tanaman, tentunya dengan perlakuan yang tepat.
Urin kelinci cenderung memiliki aroma yang sangat kuat dan akan sulit hilang ketika terkena tangan tanpa langsung dibersihkan. Berbeda dengan kotoran padatnya yang tak berbau, urin kelinci juga akan berbahaya bagi kesehatan kelinci itu sendiri ketika menguap atau megenai kulit kelinci.
Bila diambil kesimpulan secara umum, penggunaan limbah kotoran dan urin kelinci memiliki kandungn unsur hara makro dan mikro yang cukup lengkap. Urin kelinci lebih dominan memilik kandungan unsur N (nitrogen) yang akan berguna sebagai pemacu pertumbuhan daun dan pertunasan. Oleh karena itu, pemanfaatan urin dan kotoran kelinci dibidang tanaman sayur-mayur akan sangat bermanfaat.
Sebagai kesimpulan, dari berbagai potensi besar yang bisa dimanfaatkan pada kenyataannya masih banyak kendala yang belum bisa diatasi. Permasalahan stock kelinci pedaging yang belum bisa memenuhi kebutuhan pasar hingga kondisi sebaliknya di masyarakat yang masih ada anggapan bahwa kelinci adalah hewan lucu menjadi kendala nyata di lapangan.
Harga kelinci pedaging yang masih tergolong mahal, dipacu oleh jenis pakan yang harus beli dan belum bisa mandiri juga menjadi penyebab lambannya perkembangan jumlah peternak pelaku besar. Jika saja pakan alami yang berkelanjutan bisa diusahakan, maka jumlah pelaku hobi kelinci pedanging pasti bisa dengan segera mengembangkan ternaknya dengan jumlah yang lebih banyak.
Tentang kualitas bibit dan persilangan jenis kelinci yang tanpa aturan juga menjadi kendala terhambatnya pertumbuhan kelinci. Proses pembesaran anakan yang seharusnya bisa tercapai dalam waktu yang lebih singkat jadi molor atau mundur akibat kualitas bibit yang kurang bisa diandalkan. Hal itu jelas merugikan proses perputaran produksi kelinci dan jumlah biaya pakan atau tenaga yang harus terus dibebankan selama anakan kelinci belum mencapai usia jual.
Budidaya Kelinci dan Potensi Bisnis Turunannya
Reviewed by Tanam Ternak Rumahan
on
May 05, 2020
Rating:
No comments:
Post a Comment